Pages

Pancasila dan Hukum Nasional

            Kehidupan bangsa Indonesia terus mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu agar terarah kepada tujuan negara yang telah kita sepakati perlu dilakukan secara sengaja dan terencana. Tidaklah mungkin selamanya manusia Indonesia hidup dalam alam tradisional dan kedaerahan. Sejak adanya Soempah Pemoeda 1928, kita telah berketad berbangsa satu bangsa Indonesia. Dalam semangat yang sama, langkah itu perlu diikuti dengan tekad menyusun hukum nasional.
            Kita bersatu bukan untuk meleburkan diri dari jati diri masing-masing. Kemajemukan hukum merupakan bagian dari kemajemukan budaya. Kemajemukan hukum merupakan aset nasional yang berharga dan perlu dijaga. Dari kemajemukan kita dapat saling belajar dan saling memberi sehingga kehidupan menjadi semakin dinamis dan maju. Oleh sebab itu, pengakuan dan penghormatan atas kemajemukan hukum perlu terus dijaga dalam wadah dan semboyan bhinneka tunggal ika.
            Indonesia sebagai negara baru supaya dapat berdiri sejajar dengan negara-negara lain perlu membuka diri dan berinterksi dalam percaturan dunia global. Hubungan-hubungan internasional tersebut mensyaratkan adanya hukum nasional yang mampu mengakomodasi hukum internasional. Hukum Internasional harus diterima sebagai bagian dari bahan penyusunan hukum nasional, tanpa harus mengalahkan sifat kenasionalan kita. Artinya, semangat nasionalisme perlu ditempatkan di atas penerimaan atau penyesuaian terhadap hukum internasional. Lebih dari itu perlu dijaga agar nasionalisme itu tidak luntur karena desakan hukum internasional. Dengan kata lain, hukum nasional harus disusun dalam semangat menjaga kedaulatan hukum atas negeri sendiri.
            Tanpa mengurangi arti penting untuk membicarakan bidang-bidang hukum lain, perkenankan kami menampilkan hukum agraria nasional sebagai pintu masuk membicarakan hukum nasional. Seperti diketahui bahwa sejak awal kemerdekaan upaya mewujudkan sistem hukum nasional sudah mulai dikerjakan, antara lain dengan melakukan unifikasi hukum di bidang agraria. Hukum agraria nasional sengaja digarap paling awal mengingat dari masalah agraria inilah bangsa Indonesia terlibat dalam berbagai pergulatan sosial, politik maupun hukum. Agraria dan sumberdaya yang ada di dalamnya selalu menjadi objek perebutan penguasaan dan pemilikan, baik antar sesama warga, kelompok, masyarakat adat, kerajaan, dan bahkan negara. Penjajahan atas Indonesia oleh negara asingpun dalam rangka penguasaan agraria tersebut. Oleh sebab itu, sungguh bijak ketika kita merdeka maka perhatian utama diprioritaskan untuk mengatur masalah agraria. Pada satu sisi dengan keberadaan hukum agraria nasional diharapkan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia segera dapat ditingkatkan, sedangkan pada sisi lain keberadaan hukum agraria nasional merupakan sarana untuk mengantisipasi munculnya berbagai konflik pemilikan dan penguasaannya.
            Hukum agraria nasional sengaja ditampilkan di sini sebagai contoh hukum yang mampu merangkum semua jenis hukum yang ada di Indonesia dan sebagai hukum yang visioner. Pokok-pokok pengaturan hukum agraria nasional terdapat di dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Tidak dapat disangkal, bahwa UUPA merupakan produk perundang-undangan yang mampu bertahan cukup lama, ditengah-tengah pergolakan dan perubahan sosial, politik dan rezim kekuasaan di negeri ini. Betapapun ada sekian banyak desakan untuk merubah bahkan mengganti UUPA dengan dalih reformasi agraria, kenyataan UUPA sampai dengan hari ini masih tegar, utuh dan sah berlaku. Hal demikian rasanya tidak mungkin terjadi, kecuali UUPA mempunyai akar yang kuat dan mendalam pada kehidupan bangsa Indonesia. Akar yang kuat dan mendalam tersebut antara lain berupa nilai-nilai luhur yang daripadanya dibangun hukum agraria nasonal dengan objek-garapan meliputi : bumi, air, ruang-angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagaimana lazim disebut agraria (bumi Indonesia).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pancasila sebagai Ideologi Negara

Sebagai tambahan referensi untuk mengerjakan tugas PKn, maka kutemukan artikel yang berjudul Ideologi Pancasila di Tengah Perubahan Dunia yang ditulis oleh Siswono Yudo Husodo, Ketua Umum DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Dunia berkembang dan berubah dengan sangat cepat, dan perubahan yang terjadi itu ikut mewarnai kehidupan bangsa kita secara fundamental. Ada beberapa penulis buku yang melalui konsep-konsepnya telah berhasil memotret realitas zaman yang sedang kita jalani ini. Di antaranya adalah Rowan Gibson (1997) yang menyatakan bahwa The road stop here. Masa di depan kita nanti akan sangat lain dari masa lalu, dan karenanya diperlukan pemahaman yang tepat tentang masa depan itu.
New time call for new organizations, dengan tantangan yang berbeda diperlukan bentuk organisasi yang berbeda, dengan ciri efisiensi yang tinggi. Where do we go next; dengan berbagai perubahan yang terjadi, setiap organisasi-termasuk organisasi negara-perlu merumuskan dengan tepat arah yang ingin dituju. Peter Senge (1994) mengemukakan bahwa ke depan terjadi perubahan dari detail complexity menjadi dynamic complexitycosmopolitan, dan karenanya setiap pelakunya, termasuk pelaku bisnis dan politik dituntut memiliki 4 C, yaitu concept, competence, connection, dan confidence. yang membuat interpolasi menjadi sulit. Perubahan-perubahan terjadi sangat mendadak dan tidak menentu. Rossabeth Moss Kanter (1994) juga menyatakan bahwa masa depan akan didominasi oleh nilai-nilai dan pemikiran

Peran Ideologi
Sejak berakhirnya perang dingin yang kental diwarnai persaingan ideologi antara blok Barat yang memromosikan liberalisme-kapitalisme dan blok Timur yang mempromosikan komunisme-sosialisme, tata pergaulan dunia mengalami perubahan-perubahan yang mendasar. Beberapa kalangan mengatakan bahwa setelah berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan bubarnya negara Uni Soviet dan runtuhnya tembok Berlin-di akhir dekade 1980-an- dunia ini mengakhiri periode bipolar dan memasuki periode multipolar.
Periode multipolar yang dimulai awal 1990-an yang kita alami selama sekitar satu dekade, juga pada akhirnya disinyalir banyak pihak terutama para pengamat politik internasional, telah berakhir setelah Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden George Bush memromosikan doktrin unilateralisme dalam menangani masalah internasional sebagai wujud dari konsepsi dunia unipolar yang ada di bawah pengaruhnya.
Dapat disimpulkan bahwa era persaingan ideologis dalam dimensi global telah berakhir. Saat ini kita belum dapat membayangkan bahwa dalam waktu dekat akan muncul kembali persaingan ideologis yang keras yang meliputi seluruh wilayah dunia ini. Dunia sekarang ini cenderung masuk kembali ke arah persaingan antarbangsa dan negara, yang dimensi utamanya terletak pada bidang ekonomi karena setiap negara sedang berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga bangsanya. Dalam era yang seperti ini, kedudukan ideologi nasional suatu negara akan berperan dalam mengembangkan kemampuan bersaing negara yang bersangkutan dengan negara lainnya.
Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama sebagai ideologi nasional. Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Pancasila adalah ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk kepentingan membangun negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dan kesatuan di kalangan warga bangsa dan membangun pertalian batin antara warga negara dengan tanah airnya.
Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara moderen yang disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia dengan berdasarkan Pancasila. Dengan ideologi nasional yang mantap seluruh dinamika sosial, budaya, dan politik dapat diarahkan untuk menciptakan peluang positif bagi pertumbuhan kesejahteraan bangsa.
Kesadaran Berbangsa
Sebenarnya, proses reformasi selama enam tahun belakangan ini adalah kesempatan emas yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk merevitalisasi semangat dan cita-cita para pendiri negara kita untuk membangun negara Pancasila ini. Sayangnya, peluang untuk melakukan revitalisasi ideologi kebangsaan kita dalam era reformasi ini masih kurang dimanfaatkan. Bahkan dalam proses reformasi-selain sejumlah keberhasilan yang ada, terutama dalam bidang politik-juga muncul ekses berupa melemahnya kesadaran hidup berbangsa.
Manifestasinya muncul dalam bentuk gerakan separatisme, tidak diindahkannya konsensus nasional, pelaksanaan otonomi daerah yang menyuburkan etnosentrisme dan desentralisasi korupsi, demokratisasi yang dimanfaatkan untuk mengembangkan paham sektarian, dan munculnya kelompok-kelompok yang memromosikan secara terbuka ideologi di luar Pancasila.
Patut disadari oleh semua warga bangsa bahwa keragaman bangsa ini adalah berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, semangat Bhinneka Tunggal Ika harus terus dikembangkan karena bangsa ini perlu hidup dalam keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Sayangnya, belum semua warga bangsa kita menerima keragaman sebagai berkah. Oleh karenanya, kita semua harus menolak adanya konsepsi hegemoni mayoritas yang melindungi minoritas karena konsep tersebut tidak sesuai dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 1945 terbentuk dengan karakter utamanya mengakui pluralitas dan kesetaraan antarwarga bangsa. Hal tersebut merupakan kesepakatan bangsa kita yang bersifat final. Oleh karenanya, NKRI tidak dapat diubah menjadi bentuk negara yang lain dan perubahan bentuk NKRI tidak akan difasilitasi oleh NKRI sendiri.
Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan founding fathers telah membekali kita dengan aspek-aspek normatif negara bangsa yang menganut nilai-nilai yang sangat maju dan modern. Oleh sebab itu, tugas kita semua sebagai warga bangsa untuk mengimplementasikannya secara konkret. NKRI yang mengakui, menghormati keragaman dan kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk mengantarkan masyarakat kita pada pencapaian kemajuan peradabannya.
Perlu disadari oleh semua pihak bahwa proses demokratisasi yang sedang berlangsung ini memiliki koridor, yaitu untuk menjaga dan melindungi keberlangsungan NKRI, yang menganut ideologi negara Pancasila yang membina keberagaman, dan memantapkan kesetaraan. Oleh karenanya, tidak semua hal dapat dilakukan dengan mengatasnamakan demokrasi.
Pancasila sebagaimana ideologi manapun di dunia ini, adalah kerangka berfikir yang senantiasa memerlukan penyempurnaan. Karena tidak ada satu pun ideologi yang disusun dengan begitu sempurnanya sehingga cukup lengkap dan bersifat abadi untuk semua zaman, kondisi, dan situasi. Setiap ideologi memerlukan hadirnya proses dialektika agar ia dapat mengembangkan dirinya dan tetap adaptif dengan perkembangan yang terjadi. Dalam hal ini, setiap warga negara Indonesia yang mencintai negara dan bangsa ini berhak ikut dalam proses merevitalisasi ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, prestasi bangsa kita akan menentukan posisi Pancasila di tengah percaturan ideologi dunia saat ini dan di masa mendatang.

  • Pancasila sebagai Dasar Negara 
Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur (penyelenggaraan) pemerintahan negara Pancasila = Dasar Negara Karena :
  1. Azas Ketuhanan yang Maha Esa : Tercermin dalam tiga bidang ketatanegaraan Indonesia (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif) 
  2. Azas Perikemanusiaan : adalah azas yang mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk tuhan. 
  3. Azas Kebangsaan : setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama 
  4. Azas Kedaulatan Rakyat : menghendaki bahwa setiap tindakan negara harus berdasarkan keinginan rakyat 
  5. Azas Keadilan Sosial : menghendaki bahwa tujuan negara adalahmewujudkan keadilan sosial secara merata

  • Pancasila sebagai Ideologi Negara
  1. Ideologi dipandang sebagai sistem pemikiran yang diciptakan oleh suatu kekuatan untuk kepentingan kekuatan itu sendiri. 
  2. Ideologi tidak ditekankan pada kebenaran-kebenaran intelektual melainkan pada manfaat-manfaat praktikal 
  3. Ideologi meminta kesetiaan yang tegas tanpa kompromi – karenanya bersifat dogmatik-. 
  4. Ideologi Mengandung suatu eksklusifisme total serta determinisme yang monolitik. 
  5. Ideologi lebih dipandang sebagai “belief system” dan “power system” daripada hal yang bersifat ilmiah dan falsafahiah

  • Pancasila Sebagai Sistem Filsafat 
Pancasila disebut FILSAFAT karena Pancasila memenuhi ciri-ciri sebagai filsafat yakni :
  1. Sistematis, fundamental, universal, integral, dan radikal mencari kebenaran yang hakiki 
  2. Filsafat yang monotheis dan religius yang mempercayai adanya sumber kesemestaan yaitu Tuhan yang Maha Esa 
  3. Monodualisme dan monopluralisme atau integralistik yang mengutamakan ketuhanan, kesatuan dan kekeluargaan 
  4. Memiliki corak universal terutama sila I dan sila II serta corak nasional Indonesia terutama silan III, IV dan V 
  5. Idealisme fungsional (dasar dan fungsi serta tujuan idiil (sekaligus) 
  6. Harmoni Idiil (asas selaras, serasi dan seimbang) 
  7. Memiliki ciri-ciri dimensi idealitas, realitas dan fleksibilitas 
  8. Sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas)

  • PANCASILA SEBAGAI ETIKA (nilai, moral, norma) 
Pancasila memuat nilai-nilai luhur dan mendalam yang menjadi pandangan hidup dan dasar negara yakni nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis :
  1. Nilai dasar adalah azas yang kita terima sebagai dalil yang kurang lebih mutlak. 
  2. Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum nilai-nilai dasar biasanya dalam norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya terkristalisasi dalam lembaga-lembaga yang sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu 
  3. Nilai praksis adalah nilai yang sesungguhnyakita laksanakan dalam kenyataan
Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (dasar filsafat negara) dan ideologi negara. Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara. Konsep-konsep Pancasila tentang kehidupan bernegara yang disebut cita hukum (staatsidee), merupakan cita hukum yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila juga mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai pokok atau kaidah negara yang mendasar (fundamental norma). Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara bersifat tetap, kuat, dan tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR-DPR hasil pemilihan umum. Mengubah Pancasila berarti membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pancasila sebagai kaidah negara yang fundamental berarti bahwa hukum dasar tertulis (UUD), hukum tidak tertulis (konvensi), dan semua hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia harus bersumber dan berada dibawah pokok kaidah negara yang fundamental tersebut

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Konstitusi


Konstitusi pada umumnya bersikat kodifikasi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal). namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi [1], Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi [2]

Dewasa ini, istilah konstitusi sering di identikkan dengan suatu kodifikasi atas dokumen yang tertulis dan di Inggris memiliki konstitusi tidak dalam bentuk kodifikasi akan tetapi berdasarkan pada yurisprudensi dalam ketatanegaraan negara Inggris
1. ^ lihat: Miriam Budiardjo, Miriam B dkk. Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia Pustaka Utama (2003)
2. ^ lihat: makalah Prof. Jimly Asshiddiqie, Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Menurut UUD 1945 serta Mahkamah Konstitusi

Menurut Abdulkadir Besar Konstitusionalisme merupakan komponen intergral dari pemerintahan demokratik. Tanpa memberlakukan konstitusionalisme pada dirinya, pemerintahan demokratik tidak mungkin terwujud.[1] Konstitusionalisme menurutnya memiliki dua arti yakni konstitusionalisme atri-statik dan arti-dinamik. konstitusionalisme artri-statik berkenaan dengan wujudnya sebagai ketentuan konstitusi yang meskipun bersifat normatif tetapi berkwalifikasi sebagai konsep dalam keadaan diam yang diinginkan untuk diwujukan.[2] Paham Konstitusionalisme dalam arti-statik yang terkandung dalam konstitusi, mengungkapkan bahwa konstitusi itu merupakan kontrak sosial yang didasari oleh ex ante pactum (perjanjian yang ada sebelumnya).[3]
John Ferejohn mengatakan konstitusi haruslah dipahami secara historis dan cultural atau adanya historis dan cultural interpretation. Menurut John interpretasi konstitusi dapatlah dilakukan dengan bentuk backward-looking dan forward-looking. Backward-looking melihat konstitusi secara historis dan cultural untuk mengetahui kekuatan teks konstitusi. Sedangkan forward-looking dalam mempertimbangkan efek dari keadaan hukum atas fungsi sistem politik dan kehidupan masyarakat
pengertian konstitusi dalam arti sempit hanya meyangkut dokumen hukum saja maka pengertian konstitusi dalam arti luas tidak hanya menyangkut dokumen hukum saja melainkan juga menyangkut aspek di luar hukum. Menurut Boligbroke konstitusi dalam arti luas adalah seluruh hukum, institusi dan kebiasaan yang dilalirkan dari prinsip-prinsip alasan yang pasti dan tertentu, yang membentuk seluruh sistem yang disepakati masyarakat untuk mengatur dirinya.(K.C Wheare)

KC Wheare. mengartikan konstitusi sebagai keseluruhan system ketatanegaraan dari suatu Negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu Negara. Peraturan disini merupakan gabungan antara ketentuan-ketentuan yang memiliki sifat hukum (legal) dan yang tidak memiliki sifat hukum (non legal); Berdasarkan konsep konstitusi C.F. Strong konstitusi memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuannya dalam bentuk Negara; James Bryce mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik (Negara) yang diorganisir dengan dan melalui hukum. Dengan kata lain, hukum menetapkan adanya lembaga-lembaga permanen dengan fungsi yang telah diakui dan hak-hak yang telah ditetapkan; Sri Soemantri menilai bahwa pengertian tentang konstitusi yang diberikan oleh CF Strong lebih luas dari pendapat James Bryce. Walaupun dalam pengertian Yang dikemukakan James Bryce itu merupakan konstitusi dalam kerangka masyarakat politik (Negara) yang diatur oleh hukum. Akan tetapi dalam konstitusi itu hanya terdapat pengaturan mengenai alat-alat kelengkapan Negara yang dilengkapi dengan fungsi dan hak-haknya. Dalam batasan Storng, apa yang dikemukakan james Bryce itu termasuk dalam kekuasaan pemerintahan semata, sedangkan menurut pendapatnya, konstitusi tidak hanya mengatur tentang hak yang diperintah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS